Assalamu'alaikum Wr.Wb. Selamat Datang di Ruang Karya MAnusia Biasa..Terima Kasih Atas Kunjungan Anda..Semoga Bermanfaat!!!
CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Minggu, Mei 24, 2009

IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING DALAM PENDIDIKAN IPS DI TINGKAT PERSEKOLAHAN


Judul: IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING DALAM PENDIDIKAN IPS DI TINGKAT PERSEKOLAHAN
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian IPS / SOCIAL SCIENCE.
Nama & E-mail (Penulis): Arief Achmad Mangkoesapoetra
Saya Guru di SMAN 21 Bandung
Topik: Model Pembelajaran
Tanggal: 16 Agustus 2005

IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING DALAM PENDIDIKAN IPS DI TINGKAT PERSEKOLAHAN
Oleh :
Drs. ARIEF ACHMAD MSP., M.Pd.

I. Latar Belakang Masalah

Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar (Wahab, 1986), demikian pula kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.

Berdasarkan analisis konseptual dam kondisi pendidikan IPS di tingkat persekolahan (Hasan, 1988), ternyata masih banyak guru yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam memilih, serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang mampu mengembangkan iklim pembelajaran yang kondusif bagi siswa untuk belajar, dan banyak diantara guru yang tidak memiliki kurikulum tertulis yang merupakan pedoman dasar dalam pemilihan metode pembelajaran. Disamping itu, tidak sedikit siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dikarenakan metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru dirasakan kurang tepat. Dengan demikian proses belajar-mengajar (PBM) akan berlangsung secara kaku, sehingga kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, moral, dan keterampilan siswa.

Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru (Djahiri, 1992). Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar siswa, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas PBM yang dilakukannya.

Kondisi PBM di tingkat persekolahan dewasa ini masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang mengacu pada pelibatan siswa dalam proses pembelajaran itu sendiri. Sementara itu, Al Muchtar (1991) dalam penelitiannya menemukan, bahwa proses pembelajaran pendidikan IPS tidak merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam PBM. Disamping itu, PBM IPS yang dilakukan oleh guru belum mampu menumbuhkan budaya belajar di kalangan siswa. Pada gilirannya, akan berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan dan hasil belajar siswa.

Atas dasar problematika di atas, maka isu yang sering mencuat diekspose media massa, baik media cetak maupun elektronik, tentang rendahnya mutu pendidikan kita dewasa ini, secara kualitatif patut diduga karena model pembelajaran yang dianut oleh guru didasarkan atas asumsi tersembunyi, bahwa pendidikan IPS adalah suatu pengetahuan yang bisa dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa-ibarat memindahkan isi sebuah teko ke segelas cangkir.

Dari sini, mungkin guru sudah merasa mengajar dengan baik, tetapi siswanya tidak belajar!, sehingga terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan IPS sebagai mata pelajaran yang mengacu pada pembekalan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa sebagai bekal dalam menjalani kehidupan bermasyarakat (Somantri, 2001). Kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di lapangan, bahwa aspek metodologis dan pendekatan ekspositorik sangat menguasai seluruh PBM. Maka dari itu, pendidikan IPS belum mampu menumbuhkan iklim yang menantang siswa untuk belajar dan tidak mendukung produktivitas serta pengembangan berpikir peserta didik.

Sehubungan dengan itu, maka upaya peningkatan kualitas PBM dalam pendidikan IPS merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Salah satu model pembelajaran yang direkomendasikan untuk dapat menjembatani keresahan tersebut adalah model pembelajaran cooperative learning.

II. Dasar Pemikiran Model Pembelajaran Cooperative Learning

Model pembelajaran cooperative learning (MPCL) beranjak dari dasar pemikiran "getting better together", yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Melalui MPCL, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam PBM, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain.

Proses pembelajaran dengan MPCL ini mampu merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa (Stahl, 1994). Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).

Pada MPCL, guru bukan lagi berperan sebagai satu-satunya nara sumber dalam PBM, tetapi berperan sebagai mediator, stabilisator, dan manajer pembelajaran. Iklim belajar yang berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat, sehingga perolehan dan hasil belajar siswa akan semakin meningkat.

III. Beberapa Temuan Penelitian

Berbagai temuan penelitian memperlihatkan, bahwa MPCL membantu guru dan siswa dalam mempelajari pendidikan IPS secara lebih baik.

Slavin (1990) menemukan, bahwa 86 persen dari keseluruhan siswa yang diajar dengan MPCL memiliki prestasi belajar yang tinggi dalam pendidikan IPS dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran lainnya.

Wheeler (1977) melaporkan, bahwa siswa yang diajar dengan MPCL lebih berhasil dalam mempelajari IPS daripada siswa yang diajar dengan sistem kompetisi, dengan tingkat perbandingan 74 % : 26%.

Stahl (1992) mendapatkan, bahwa penggunaan MPCL mendorong tumbuhnya sikap kesetiakawanan dan keterbukaan diantara siswa; penelitiannya juga menemukan bahwa MPCL mendorong ketercapaian tujuan dan nilai-nilai social dalam pendidikan IPS.

Berdasarkan temuan penelitian terdahulu, ternyata penggunan MPCL menunjukkan efektifitas yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar siswa, baik dilihat dari pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dilihat dari pengembangan dan pelatihan sikap serta keterampilan-keterampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupannya di masyarakat. Temuan di atas mengindikasikan, bahwa MPCL perlu dicoba untuk dikembangkan dalam PBM pendidikan IPS di tingkat persekolahan di Indonesia. Hal ini dimaksudkan guna mencari dan menemukan alternatif untuk menjembatani keresahan seputar rendahnya kualitas PBM pendidikan IPS di tingkat persekolahan.

IV. Penutup

MPCL mempunyai efektivitas yang cukup tinggi untuk membelajarkan materi pendidikan IPS. Kefektifan MPCL dalam membelajarkan pendidikan IPS memprasyaratkan kinerja professional guru dalam kapasitasnya sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum. Keterbukaan dan kepekaan guru dalam memberikan layanan sosial akademis kepada siswa secara optimal, merupakan prasyarat iringan yang bersifat substansial dalam pengembangan MPCL dalam pendidikan IPS. Kemampuan dan kepedulian guru dalam memediasi dan menstabilisasi pengembangan dan pelatihan pengetahuan, sikap, nilai, moral, dan keterampilan-keterampilan sosial siswa, menjadikan pembelajaran pendidikan IPS semakin bermakna dalam dimensi pendidikan dan pembentukan warta negara yang baik secara dini.

MPCL dapat menciptakan iklim dan suasana PBM siswa yang aktif dan interaktif, yang tercermin dari pola interaksi belajar siswa dalam kelompok, bilamana adanya kemitraan belajar antara guru dan siswa dalam dimensi akademis, sehingga menumbuhkan iklim kebersamaan dan keterbukaan selama berlangsungnya PBM.

MPCL juga dapat digunakan untuk membelajarkan materi atau pokok bahasan lain selain mata pelajaran IPS.

PUSTAKA ACUAN

Al Muchtar, S. (1991). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS. Disertasi. Bandung : PPS IKIP Bandung.

Djahiri, A.K. (1992). Dasar-dasar Metodologi Pengajaran. Bandung : Lab. PPMP IKIP Bandung.

Hasan, S.H. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta : P2LPTK Ditjen Dikti-Depdikbud.

Shaver, J.P. (1991). Handbook of Research on Social Studies Teaching and Learning. NY : McMillan Publishing Co.

Slavin, R.E. (1983). Cooperative Learning. Maryland : John Hopkins University.

Stahl, R.J. (1994). Cooperative Learning in Social Studies : Handbook for Teachers. USA : Kane Publishing Service, Inc.

Somantri. H.M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : Rosda Karya-PPS UPI Bandung.

Wahab, A.A. (1986). Metodologi Pengajaran IPS. Jakarta : P2LPTK Ditjen Dikti-Depdikbud.

http://re-searchengines.com/0805arief6.html

0 komentar: