Assalamu'alaikum Wr.Wb. Selamat Datang di Ruang Karya MAnusia Biasa..Terima Kasih Atas Kunjungan Anda..Semoga Bermanfaat!!!
CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Minggu, Mei 24, 2009

Evaluasi Implementasi Kebijakan Tentang Pengelolaan Anggaran Pendidikan Di Sekolah (Studi Kasus Di Kabupaten Majalengka Dan Bantul)

Melalui penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS), Pemerintah pusat melimpahkan pembuatan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan ke tingkat sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi kebijakan yang dilimpahkan itu dilihat dari faktor-faktor: (1) individual yang berupa kepentingan-kepentingan dan kualitas pelaku, (2) organisasional yang berupa melaksanakan dan tidak melaksanakan MBS, dan (3) lingkungan eksternal yang berupa perbedaan lokasi kabupaten dan propinsi. Permasalahan utama penelitian ini adalah apakah perbedaan faktor-faktor personal, organisasional, dan lingkungan eksternal menimbulkan juga perbedaan keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah dalam bingkai meningkatkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan.



Penelitian ini berupa evaluasi-diagnostik terhadap implementasi kebijakan yang dilaksanakan di empat SMA yang ditetapkan secara purposif di Kabupaten Majalengka dan Bantul dengan pendekatan kualitatif berparadigma rasionalistik. Pada tahap monitoring-diagnostik, penelitian ini menggunakan survey-sampel dengan wawancara panel dan kuesioner tipe-1, sedangkan pada tahap evaluasi-diagnostik menggunakan penelitian lapangan dengan pengamatan, wawancara mendala, kuesioner tipe-2, diskusi kelompok, dan evaluasi dokumen. Data yang diperoleh disajikan dalam format matriks, dianalisis dalam alur monitoring-diagnostik dan evaluasi-diagnostik mengikuti kerangka-kerja logik yang sering dipakai dalam evaluasi program atau proyek. Penarikan kesimpulan dan pemaknaan hasil didasarkan pada fenomena-logik-etik dan emik.



Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang diteliti: (1) belum ada peningkatan mutu pendidikan sebagai keluaran kebijakan implementasi MBS, (2) belum ada peningkatan kinerja sekolah baik akademik maupun non akademik sebagai keluaran implementasi kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah, karena (a) kurang melibatkan warga sekolah seperti digariskan dalam kebijakan MBS, (b) penetapan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di sekolah dilakukan oleh kepala sekolah, meskipun "satuan tugas" yang dibentuk merupakan pelaku yang sangat berperan dalam menyusun RAPBS, dan (c) keluaran kebijakan masih berupa RAPBS sebagai pengulangan prosesi rutin tahunan sehingga sekolah masih bergantung kepada alokasi anggaran dari pemerintah Pusat dan Daerah, sumber dana dari orangtua, masyarakat, dan sumber lain masih terbatas, serta pengeluaran sekolah belum sepenuhnya untuk peningkatan pembelajaran, masih lebih banyak untuk membiayai kegiatan rutin seperti gaji guru dan pegawai. Hasil penelitian menunjukkan juga bahwa di tingkat sekolah ada perbedaan faktor individual pelaku yaitu perbedaan kepentingan pelaku (pada jabatan dan finansial) dan perbedaan mutu pelaku (pada kemampuan kepemimpinan, manajerial, pengalaman, dan senioritas) tetapi tidak menimbulkan perbedaan keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan, meningkatkan kinerja sekolah, dan mutu pendidikan. Demikian juga perbedaan faktor organisasional pada sekolah yang melaksanakan dan tidak melaksanakan MBS serta keberhasilan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten sebagai faktor lingkungan eksternal dalam melaksanakan otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, dan MBS tidak menunjukkan terjadinya perbedaan peningkatan kinerja sekolah dan mutu pendidikan. Rekomendasi yang dapat diajukan untuk meningkatkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan adalah agar (1) pemerintah pusat menetapkan kebijakan mutu pendidikan yang benar, mengurangi kebijakan yang kontra-produktif, berorientasi finansial dan kepentingan pilitik, merubah pengambilan keputusan yang struktural-birokratik, dan memberi keleluasaan pemerintah propinsi, kabupaten dan sekolah mengolah kebijakan yang kontekstual dengan kebutuhannya, (2) Pemerintah Propinsi menyusun panduan pencapaian mutu pendidikan dan implementasi MBS secara lebih operasional, (3) Pemerintah kabupaten melaksanakan monitoring dan evaluasi tingkat pencapaian mutu pendidikan sesuai kerangka kerja MBS, dan (4) Sekolah juga perlu merekonstruksi pengertian prestasi belajar, kinerja sekolah, dan mutu pendidikan. Rekomendasi untuk meningkatkan keberhasilan implementasi kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah adalah agar (1) Pemerintah pusat mengedepankan pendekatan fungsional dan memberdayakan kelompok potensial dalam melaksanakan MBS, (2) Pemerintah propinsi perlu menyusun panduan sosialisasi pelaksanaan MBS secara lebih komunikatif, (3) Pemerintah kabupaten perlu melakukan sosialisasi implementasi MBS bersama Dewan Pendiidkan dan Komite Sekolah serta mengalokasikan dana yang mencukupi, dan (4) Sekolah perlu melaksanakan MBS secara benar melalui pelaksanaan rencana strategis yang telah dibuatnya. Rekomendasi untuk meningkatkan kemampuan individual, organisasional, dan dukungan lingkungan eksternal adalah agar (1) Pemerintah Pusat membuat kebijakan pengangkatan pimpinan sekolah dan pengembnagan guru berdasarkan kemampuan dan memenuhi kebutuhan pendapatan yang layak, (2) Pemerintah propinsi melaksanakan kebijakan pengangkatan pimpinan sekolah dan pengembangan guru yang diarahkan pada kemampuan inovasi dalam meningkatkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan. (3 Pemerintah kabupaten perlu memberdayakan guru yunior untk memenuhi kebutuhan kepemimpinan transformasional, dan (4) Sekolah perlu meningkatkan kemampuan para guru di bidang kepemimpinan, manajemen, pembuatan kebijakan, dan pengambilan keputusan. Untuk meningkatkan pelaksanaan otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, dan MBS: (1) Pemerintah pusat tidak menetapkan kebijakan yang berbenturan dengan implementasi kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah, (2) Pemerintah propinsi menerapkan kebijakan pendidikan berbasis kebutuhan dan pengembangan daerah, (3) Pemerintah Kabupaten perlu bekerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok profesi untuk melakukan advokasi pelaksanaan MBS, dan (4) Sekolah perlu membangun kepercayaan terhadap semua pemabgku kepentingan melalui pelaksanaan akuntabilitas sekolah kepada masyarakat.

http://pps.uny.ac.id/index.php?pilih=pustaka&mod=yes&aksi=lihat&id=18

0 komentar: