Assalamu'alaikum Wr.Wb. Selamat Datang di Ruang Karya MAnusia Biasa..Terima Kasih Atas Kunjungan Anda..Semoga Bermanfaat!!!
CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Rabu, Maret 18, 2009

laporan observasi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan laporan observasi ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan laporan observasi ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pengajaran dan menambah pengetahuan untuk cakrawala berfikir terkait fenomena UASBN sebagai system penilaian pendidikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu diantaranya :
1. Bapak Amril Muhammad selaku dosen mata kuliah Evaluasi Pengajaran.
2. Seluruh pihak yang turut membantu
Penulis sangat menyadari masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan laporan observasi ini. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat untuk penulis dan masyarakat pembaca.

Jakarta, 18 Maret 2009



Rachmawati Nurerlinda






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………… 1
DAFTAR ISI……………………………………..............…………… 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………… 3
1.2 Identifikasi Masalah …………………………………………… 6
1.3 Rumusan Masalah................................................................ 6
1.4 Tujuan Penulisan .................................................................. 6
1.5 Metodologi Penulisan............................................................ 7
1.6 Sistematika Penulisan............................................................ 7
BAB II TELAAH PUSTAKA........................................................ 8
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Laporan Observasi di SDN Tanah Tinggi 1 Tangerang....... 11
3.1.1 Sekilas Tentang Sekolah.............................................. 11
3.1.2 Pelaksanaan Observasi ............................................... 11
3.1.2.1 Kronologis Pelaksanan Observasi....................... 12
3.1.3 Hasil Observasi ........................................................... 13
3.1.3.1 Pendapat Sekolah Mengenai UASBN................ 13
3.1.3.2 Persiapan UASBN di
SDN Tanah Tinggi 1 Tangerang.......................... 13
3.1.3.3 Hambatan – hambatan........................................ 14
3.2 Pengalaman Penulis Menghadapi UAN.............................. 15

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan………....………………………………………… 17
4.2 Saran………....…………………………………………........... 18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………........... 20
LAMPIRAN……………………………………….......................... 21



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian atau evaluasi yang diselenggarakan pemerintah guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Dalam beberapa tahun ini, kehadirannya menjadi perdebatan dan kontroversi di masyarakat. Di satu pihak ada yang setuju, karena dianggap dapat meningkatkan mutu pendidikan. Benarkah UAN merupakan alat ukur yang sesuai untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Pembahasan dimulai dari tujuan pendidikan, evaluasi, dan diakhiri dengan rekomendasi tentang perlu dan tidaknya evaluasi yang bersifat nasional. Evaluasi seharusnya dapat memberikan gambaran tentang pencapaian tujuan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Evaluasi seharusnya mampu memberikan informasi tentang sejauh mana kesehatan peserta didik. Evaluasi harus mampu memberikan tiga informasi penting yaitu penempatan, mastery, dan diagnosis. Penempatan berkaitan dengan pada level belajar yang mana seorang anak dapat ditempatkan sehingga dapat menantang tetapi tidak frustasi? Mastery berkaitan dengan apakah anak sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk menuju ke tingkat berikutnya? Diagnosis berkaitan dengan pada bagian mana yang dirasa sulit oleh anak? (McNeil, 1977:134-135).
Penyelenggaran UN yang diharapkan dapat meningkatkan mutu dan standar pendidikan Indonesia hingga saat ini masih dalam ‘merangkak’ bahkan dalam beberapa kasus mengalami kemunduran.
Sejak diberlakunya UU 23 tahun 2003, dan merujuk pada PP 19 tahun 2005, maka standar kelulusan (SKL) siswa pada UAN/UN dinaikkan secara bertahap, yakni
UAN 2003 : SKL >3.00
UAN 2004 : SKL >4.00
UAN 2005 : SKL >4.25
UAN 2006 : SKL >4.50
UAN 2007 : SKL >5.00
UN 2008 : SKL >5.25
UN 2009 : SKL >5.50
Meskipun standar kelulusan terus ditingkatkan, namun ternyata tingkat kelulusan juga tinggi. Lalu, dengan angka SKL dan kelulusan meningkat telah menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia telah meningkat? Dapatkah sistem Ujian Nasional menjadi prestasi pemerintah [terutama SBY] dalam meningkat kualitas pendidikan dengan mengeluarkan ratusan miliaran rupiah?
Yang pasti, siswa-siswi Indonesia akan merasa beban materi dan psikis terus bertambah. Dikala 2003-2006, jumlah mata pelajaran di uji 3 (Indonesia, Matematika, Inggris), saat ini telah ditambah lagi dengan materi-materi IPA atau IPS. Salah satu fenomena yang terjadi adalah siswa tertekan secara psikologis supaya lulus lalu ia bersemangat untuk belajar sungguh-sungguh untuk lulus.
Namun, karena sistem pendidikan di sekolah yang masih amburadul, maka fenomena yang terjadi sesungguhnya adalah secara langsung mendidik sikap mental siswa untuk mencapai sesuatu secara instan. Sehingga baik siswa maupun tenaga pendidik cenderung terbentuk watak ‘manusia instan’. Yang paling parah adalah banyak tenaga pendidik di sekolah-sekolah merasa bahwa mereka mendidik siswa-siswi hanya untuk meluluskan siswanya dari UN. Proses panjang dalam belajar-mengajar selama 3 atau 6 tahun, hanya ditentukan 3-6 hari Ujian.
Hal ini semakin jauh dari esensi pendidikan yakni mendidik. Sekolah dan tenaga pendidik semulanya berperan besar pada mendidik siswa dalam pengetahuan, etika dan moral, kini cenderung mengajar bagaimana lulus UN. Hal ini pun dimanfaatkan bermacam-macam lembaga pendidikan, baik diluar sekolah maupun di internal sekolah menjadi alasan sekolah menarik iuran dari orang tua.
Dalam hal ini pendidikan kita masih belum mampu menentukan focus dari system pendidikan bangsa. Di pihak intern sekolah pemerintah mencanangkan bahwa siswa harus memiliki kompetensi yang mencakup tiga ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik dan afektif. Siswa dan guru dituntut aktif dan kreatif untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Tapi sayangnya pemetaan UN yang menjadi kontrofersi ini lebih menekankan ranah kognitif saja sebagai dasar evaluasi pendidikan. Sehingga kedua ranah lain tidak memiliki peranan disini. Tentunya ini sangat bertentangan dengan prinsip awal pendidikan yang mencakup tiga ranah pencapaian kompetensi.
Fenomena yang di temukan
Dalam banyak kasus, siswa-siswi ‘memaksa’ orangtuanya agar mereka dimasukkan ke lembaga bimbingan belajar agar mereka lulus. Tidak tanggung-tanggung, orang tua harus rela mengeluarkan 1,5-3,0 juta untuk mendaftarkan anaknya ke bimbingan belajar. Hal ini tentu saja dimanfaatkan dengan baik oleh lembaga-lembaga bimbingan belajar. Bayangkan saja, beberapa lembaga Bimbel ber-omzet hingga 200 miliar per tahun dengan merekrut 100.000 siswa SD, SMP, SMA per tahun. Promosi lembaga bimbel menjadi lebih ‘kincrong’ tatkala ditakuti dengan SKL.
Disisi lain, yakni pihak sekolahpun tidak jauh berbeda. Banyak sekolah yang membocorkan ataupun memberikan kunci jawaban kepada siswa-siswinya ketika UN. Para pengawas [termasuk pengamat independen] lebih banyak bungkam melihat realitas tersebut. Tidak sedikit guru bahkan kepala sekolah memberi bocoran kunci jawaban agar pamor sekolahnya bertahan ataupun naik jika semua siswanya lulus atau bahkan lulus dengan nilai tinggi.
Fenomena kelulusan menjadi diskriminasi besar baik bagi sekolah maupun siswa antara kota dan desa. Sekolah-sekolah di kota cenderung memiliki fasilitas dan tenaga pendidik yang bagus-bagus. Hal ini berbeda dengan kondisi di daerah atau pedesaan. Tenaga pendidik yang terbatas dan ditambah fasilitas yang seadanya. Dengan logika sederhana:
Kita maklumi pula bahwa Ujian Nasional yang dikembangkan saat ini dilaksanakan melalui tes tertulis. Soal-soal yang dikembangkan cenderung mengukur kemampuan aspek kognitif. Hal ini akan berdampak terhadap proses pembelajaran yang dikembangkan di sekolah. Sangat mungkin, para guru akan terjebak lagi pada model-model pembelajaran gaya lama yang lebih menekankan usaha untuk pencapaian kemampuan kognitif siswa, melalui gaya pembelajaran tekstual dan behavioristik. Melihat fenomena ini apakah tepat UN dijadikan dasar evaluasi peilaian hasil belajar siswa. Rasanya ini masih memerlukan analisis panjang.
1.2 Identifikasi Masalah
 Fenomena UASBN sebagai bentuk dari evaluasi pendidikan?
 Sudah tepatkah sistem UASBN yang diterapkan dan perlukah diadakan ?
 Kendala – kendala apa saja yang dihadapi pihak sekolah dalam pelaksanaan UN ?
 Mengetahui apakah pelaksanaan UASBN efektif bagi evaluasi pendidikan/tidak ?
1.3 Rumusan Masalah
Laporan ini membatasi pembahasan mengenai fenomena UASBN, apakah tepat digunakan sebagai bahan evaluasi pendidikan dan sejauh apa dampak penerapan UASBN di SDN Tanah Tinggi 1 Tangerang.
1.4 Tujuan Penulisan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk :
 Untuk mengetahui apakah UASBN mampu menjawab dan menilai kompetensi siswa secara efektif atau tidak.
 Dan sejauh apa sekolah mempersiapkan diri dalam mengahdapi UN tersebut.
 Mengetahui sejah apa peranan UASBN sebagai bentuk dari evaluasi pendidikan
1.5 Metodologi Penulisan
Laporan ini dibuat berdasarkan hasil observasi dengan menggunakan teknik wawancara dengan narasumbr tertentu. Selain itu laporan ini juga dibuat dengan menganalisis data dan fakta yang ditemukan dilapangan.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Tujuan Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II TELAAH PUSTAKA
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Laporan Observasi di SDN Tanah Tinggi 1 Tangerang
3.1.1 Sekilas Tentang Sekolah
3.1.2 Pelaksanaan Observasi
3.1.2.1 Kronologis Pelaksanan Observasi
3.1.3 Hasil Observasi
3.1.3.1 Pendapat Sekolah Mengenai UASBN
3.1.3.2 Persiapan UASBN di SDN Tanah Tinggi 1 Tangerang
3.1.3.3 Hambatan – hambatan
3.2 Pengalaman Penulis Menghadapi UAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran



BAB II
TELAAH PUSTAKA

Dalam Permendiknas RI Nomor 20 tahun 2008 tentang Standar Penilaian Pendidikan dijelaskan bahwa ujian sekolah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Selanjutnya Berdasarkan Permendiknas No. 39 Th. 2007 tentang UASBN untuk SD/MI/SDLB tahun 2007/2008 disebutkan bahwa UASBN adalah ujian nasional yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan pelaksanaan ujian sekolah/madrasah untuk SD/MI/SDLB. Pelaksanaan UASBN bertujuan untuk: (1) menilai pencapaian kompetens lulusan secara nasional pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, matematika dan IPA dan (2) mendorong tercapainya target.

Pelaksanaan UASBN untuk SD/MI/SDLB merupakan amanah Undang-undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 39 tahun 2007, setiap paket soal UASBN terdiri atas 25 persen soal ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan berlaku secara nasional. Sedangkan sisanya yang 75 persen lagi, ditetapkan Penyelenggara UASBN tingkat Provinsi berdasarkan spesifikasi soal UASBN Tahun Pelajaran 2007/2008 yang mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) model irisan (interseksi) yang ditetapkan BSNP.

Untuk mengetahui kaitan antara UASBN dan evaluasi pendidikan maka kita perlu berangkat dari kurikulum.Kurikulum disini berperan sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan mencakup fokus program, media instruksi, organisasi materi, strategi pembelajaran, manajemen kelas, dan peranan pengajar (Arieh Lewy, 1977:7-8). Di Indonesia sekarang sedang dikembangkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional .

Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam draft tersebut merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh peserta didik yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Selanjutnya dijelaskan bahwa kompetensi dapat diketahui melalui sejumlah hasil belajar dengan indikator tertentu. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual.

Cara mencapai kompetensi yang dibakukan disesuaikan dengan keadaan daerah dan atau sekolah. Berkaitan dengan hal ini dalam pelaksanaan kurikulum dikenal istilah diversifikasi kurikulum, maksudnya adalah bahwa kurikulum dikembangkan dengan menggunakan prinsip perbedaan kondisi dan potensi daerah, termasuk perbedaan individu peserta didik.

Dalam bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi dapat dibedakan menjadi evaluasi makro dan mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Sedangkan evaluasi mikro biasa digunakan ditingkat kelas, yaitu untuk mengetahui pencapaian belajar siswa. Pencapaian belajar ini tidak hanyayang bersifat, kognitif tapi juga meliputi semua aspek yang ada pada siswa, yaitu psikomotorik dan afektif. Evaluasi mikro sasarannya lebih pada program belajar di kelas yang penanggungjawabnya adalah guru untuk sekolah dan dosen untuk perguruan tinggi (Djemari Mardapi. 2002:2)

Evaluasi yang diterapkan seharusnya dapat menjawab pertanyaan tentang ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Untuk mengingat kembali, tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan bertujuan untuk “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab" (Pasal 3).

Dalam tujuan pendidikan di atas terdapat beberapa kata kunci antara lain iman dan takwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan demokratis. Konsekuensinya adalah evaluasi yang diterapkan harus mampu melihat sejauh mana ketercapaian setiap hal yang disebutkan dalam tujuan tersebut. Evaluasi harus mampu mengukur tingkat pencapaian setiap komponen yang tertuang dalam tujuan pendidikan. Pertanyaannya adalah bagaimana pelaksanaan evaluasi pendidikan di Indonesia? Apakah evaluasi yang dipakai dapat menjawab semua pertanyaan tentang tingkat pencapaian tujuan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional? Pada bagian berikut akan dibahas penerapan sistem evaluasi di Indonesia dalam bentuk UAN.




















BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Laporan Observasi di SDN Tanah Tinggi 1 Tangerang

3.1.1 Sekilas Tentang Sekolah
SDN Tanah Tinggi 1 terletak di kecamatan tanah tinggi kelurahan Tangerang Banten. SDN Tanah Tinggi 1 letaknya berada ditengah – tengah komplek sekolah dasar yang tepatnya terletak di Jl. Daan Mogot no.I/13,Tangerang. Sekolah ini hanya memiliki 10 ruang kelas yang cukup memadai. Karena keterbatasan kelas tersebut siswa SD tersebut memiliki dua local yaitu, pagi dan siang. Sekolah dengan jumlah siswa sebanyak kurang lebih 400 siswa ini memulai KBM dari pukul 07.00 – 12.00 ( Lokal 1 ) dan 13.00 – 17.00 ( Local 2 ).

Visi sekolah adalah :
BERUPAYA MENCIPTAKAN SISWA YANG CERDAS, TERAMPIL, KREATIF, MANDIRI DAN BERAKHLAQUL KARIMAH
Misi Sekolah adalah :
1. Membentuk generasi yang cerdas, terampil dan kreatif
2. Menyelenggarakan pendidikan pelatihan dan bimbingan untuk menuju kemandirian
3. Membentuk generasi yang beriman dan bertaqwa
4. Mengadakan keterampilan siswa untuk mampu membaca Al – Quran
5. Membentuk siswa yang berakhlaqul karimah

3.1.2 Pelaksanaan Observasi
Hari/Tanggal : Senin, 16 Maret 2009
Tempat : SDN Tanah Tinggi 1 Tangerang
Jalan Daan Mogot no. I/13 Tangerang Banten
Telp. 021 55845691
Pukul : 10.00 – 12.30 WIB
Narasumber : Kepala Sekolah SDN Tanah Tinggi 1
(Yetti Sulistiawati, S. Pd)
3.1.2.1 Kronologis Pelaksanan Observasi

Sebelumnya saya telah membuat janji bertemu dengan kepala sekolah pada tanggal 9 Maret 2009 namun dikarenakan hari itu libur nasional maka pertemuan diundur sampai tanggal 16 Maret 2009. Saya dating ke SDN Tananh Tinggi 1 pukul 10.00 pagi, saat itu saya langsung disambut ramah oleh dewan guru dan diharuskan menuggu sebentar karena kepala sekolah sedang ada kepentingan sebentar. Tidak berapa lama kemudian saya di perkenalkan dengan epala sekolah SDN Tanah Tinggi 1, Ibu Yetti Sulistiawati. Beliau ternyata baru menjabat sebagai kepsek disana selama 2 tahun dan sebelumnya ditugaskan di SDN 6 Tangerang.

Selanjutnya Ibu Yetti mengajak saya berbincang diruanganya, di lantai 2. Awalnya pembicaraan tersebut dibuka dengan pertanyaan ringan seputar backgrounsaya sebagai salah satu alumni SD tersebut. Kemudian saya mencoba menjelaskan tujuan saya melakukan observasi mengenai UASBN disekolah tersebut dan beliau menerimanya dengan senang hati.
Masuk pada sesi berikutnya saya mulai melontarkan pertanyaan – pertanyaan sekitas UASBN, persiapan sekolah dan peranan guru dalammempersiapkan siswa. Perbincangna yang hangat itu terjadi kurang lebih hampir 1 jam lamanya. Tak jarang disela perbincangan Ibu Yetti menceritakan pengalaman – pengalamannya.

Siang itu saya sangat bersyukur karena bisa diterima dengan baik oleh sekolah. Dari hasil wawancara tersebut hal menarik yang saya temunkan antara lain :
1. Kepala sekolah SDN Tanah Tinggi 1 mengaku sangat setuju dengan diadakannya UASBN sebagai alat evaluasi pendidikan. Diluar konteks kontrofersialnya UASBN dinilai mampu mendongkrak semangat siswa belajar dan mampu ecara tidak langsung guru akan dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam KBM demi tercapainya tujuan pendidikan.
2. Siswa dinialai masih dalam kondisi wajar, artinya belum ditemukan gejala –gejala atau kasus yang disebabkan oleh traumatis dan momok fenomena UASBN tersebut.
3. Dari hasil observasi saya melihat sekolah optimis dan telah berupaya sekeras mungkin dalam persiapan UASBN terebut buktinya sekolah mempersiapakan siswanya dengan memberikan 4 paket try out, yang sampai saat ini baru dilaksanakan 1 paket, sebagai strategi persiapan sekolah mempersiapkan siswa dalam pelaksanaan UASBN.

3.1.3.Hasil Observasi

3.1.3.1 Pendapat Sekolah Mengenai UASBN
UASBN sebagaiman diamatkan dalam peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2008 bertujuan untuk:
• Menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA); dan
• Mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu.

Dan sekolah mendukung ini sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan bangsa. Dengan standar yang teintegrasi maka UASBN dapat digunakan sebagai alat pemetaan mutu satuan pendidikan; dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; dan dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.



3.1.3.2 Persiapan UASBN di SDN Tanah Tinggi 1 Tangerang
Ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) tahun pelajaran 2008/2009 yang akan dilaksanakan pada 11-13 Mei, meliputi pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam menjadi agnda besar bagi SDN Tanah Tinggi 1 bahkan seluruh sekolah. Adapun ujian susulan dilaksanakan pada 18-22 Mei. Soal UASBN ini berkomposisi 75 persen soal yang dibuat pemerintah daerah dan 25 persen dari pemerintah pusat. Sajauh ini belum ada persiapan yang terlalu spesipik guna menhadapi UASBN ini. Khususnya SDN Tanah Tinggi 1 ini memang telah merancang sebuah strategi besar dalam persiapan menghadapi UASBN yang hampir didepan mata.
Langkah – langkah yang diambil antara lain dengan mengikutsertakan seluruh siswa kelas VI dalam 4 paket Try Out yang disusun dari berbagai tingkatan. Tay Out ini dimaksudkan untuk menilai perkembangan siswa dalam pelaksanaan UASBN mendatang. Sampai saat ini siswa SDN Tanah Tinggi satu telah melaksanakan TO paket 1 pada tanggal 10-13 Maret 2009 kemarin dengan hasil TO terlampir.
Upaya lain yang digunakan sekolah dalam mengahadapi UASBN memang tidak hanya dengan melaksanakan try out saja tapi dari awal semester siswa kelas VI telah diperkenalkan dengan system UASBN ini sebagai upaya meminimalisir dampak pelaksanaannya yang terkesan kontrofersial. Selain persiapan administrasi, guru kelas VI pun telah berupaya meaksimalkan KBM dikelas dan memberikan pengayaan – pengayaan guna pencapaian tujuan pendidikan. Sekolah juga telah bekerjasama dengan orangtua murid dengan mengkomunikasikan sejak dini dan mensosialisasikan program ini kepada orangtua.
3.1.3.3 Hambatan – hambatan

Dalam persiapan pelaksanaan UASBN di SDN Tanah Tinggi 1 Tangerang memang tidak lepas dari banyaknya hambatan – hambatan yang terjadi. Diakui oeh kepala sekolahnya keterbatasan sekolah membuat proses persiapan terhambat, misalkan saja masalah kurangnya kelas yang mengakibatkan guru harus memakai jam istirahat/jam kosong untuk memberikan pengayaan kepada siswa pada beberapa minggu sebelumnya yang mengakibatkan penambahan materi itu kurang efektif. Karena terbentur oleh penggunaan ruangan kelas dengan 2 lokal maka dari hasil kesepakatan bersama orang tua siswa kelas VI diwajibkan mengikuti pengayaan di hari minggu.

Hal lain yang menjadi hambatan lain misalnya kemampuan anak yang belum memadai dan kurangnya peran aktif orang tua dalam memotivasi anak. Sekolah dalam hal ini telah bekerja keras memotivasi, membimbing dan memfasilitasi belajar siswa, namun untuk beberpa kasus tertentu keadaran belajar anak masih sangat kurang sehingga guru harus ekstra kerja keras. Sistem belajar yang digunakan memang sudah cukup baik, artinya guru tidak lagi hanya menggunakan metode ceramah saja tapi mennggabungkannya dengan metode belajar lainyang lebih variatif. Hanya saja terbentur dari paradigma belajar dan lingkungan hidup anak – anak yang masih kurang mendukung. Maka usaha ini tidak hanya merupakantanggungjawab sekolah saja tapi juga tanggungjawab orang tua dan masyarakat dalam menumbuhkan kondisi belajar yang baik.

3.2 Pengalaman Penulis Menghadapi UAN

Bagi saya UAN menjadi momokbesar bagi pendidikan bangsa ini, mengapa demikian?Karena bila dianalogikan system yang dianut pendidikan ini seperti berjalan ditempat. Pada satu sisi pendidikan kita konsern pada pengembangan 3 ranah kognitif, psikomotorik dan afektif sebagai usaha pencapaian kompetensi siswa yang sesuai dengan bakat dan minatnya namun dengan dicanagkan UASBN sebagai alat evaluasi pendidikan yang terintegrasi ini membuktikan bahwa penerapan 3 aspek dalam pembelajaran tidak akan berguna karena dalam penilaian akhirnya hanay akan dinilai dengan 1 aspek saja, yaitu kognitif. Ironis memang fenomena yang terjadi ini tapi terlepas dari kontrofersi ini saya adalah salah satu korban dari gerakan jalan ditmpatnya pendidian bangsa ini. Saat saya berada di kelas VI ujian akhir sekolah masih menggunakan system nem. Tidak jauh berbeda dengan system yang sekarang hanya saja say itu penialainnya ditentukan berdasarkan nilai nem dan tidak berstandar nasional.

Kemudian saat saya mengikuti ujian akhir tingkat SMP tidak banyak hal yang saya ingat saat ini mengenai hal tersebut. Tapi yang paling berkesan adalah ketika system yang dibuat pemerintah itu bisa mengakibatkan salah seorang teman saya pingsan karena tidak lulus ujian. Saat itu hasil UAN memang dikirim kerumah via pos, tapi saya dan teman – teman menunggu pengumumannya disekolah. Karena menurut kami itu lebih baik. Dengan hati berdebar dan penuh keringat saya dan teman – teman menunggu hasil itu, bahkan sehari sebelum hari itu saya tidak bisa memejamkan mata untuk sekedar tidur. Dan ketika menerima hasilnya kami semua menangis bahagia bersama meskipun ada 2 orang dari teman kami yang menagis menyesali ketidaklulusannya. Saya bingung dan terpaku saat itu pakah saya harus senang / sedih. Memang sepertinya pemerintah kita merupakan sutradara-sutrada hebat yang mampu menciptakan suasana sekomlek itu.

Selanjutnya pengalaman saya di bangku Aliyah. Ini saat yang paling mendebarkan. Rasanya masih hangat diingatan saya ketika persiapan UAN. Mulai dari semester 4 dikelas XI kekhawatiran – kekhawatiran seputar UAn sudah menyelimuti kami. PEmberitaan heboh dari tiap tahun yang memakan korban tak ayal menambah ketakutan saya. Saat saya duduk di kelas XII rasanaya itu kursi yang paling panas. Saat itu perilaku saya dan teman – teman banyak yang berubah. Terutama kelas saya XII IPA I, kami mulai banyak melakukan belajar kelompok mandiri tiap jam kosong atau hari – hari libur. Banyak diantara kami yang mengikuti bimbingan belajar di berbagai tempat. Tapi saya sendiri tidak berkesempatan mengikuti BImbel diluar sekolah karena ketterbatasan saya.

Cara yang saya gunakan dalam mempersiapkan UAN lebih banyak pada diskusi dan latihan soal yang intensif bersama teman – teman yang mengikuti Bimbel. Saat itu saya optimis meskipun sangat khawatir. Ternyata UAN mampu memberikan dampak perubahan sikap yang cukup banyak bagi siswa calon – calon peserta UAN. Tapi dengan usaha dan niat belajar yang tinggi saat pelaksanaan UAN saya tidak mengalami banyak hambatan. Dan nilai yang saya dapatkan pun cukup memuaskan.





BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ujian Nasional (UN) akan dilaksanakan pada tanggal 20-24 April 2009 (SMA/MA), 27-30 April 2009 (SMP/MTs), 11-13 Mei 2009 (SD/MI), dan 20-22 April 2009 (SMK/SMALB). Dengan ditetapkannya jadwal UN (berdasarkan kesepakatan bersama antara BSNP, Depdiknas, dan Depag), kontroversi tentang perlu tidaknya UN digelar yang selama ini mencuat ke permukaan, tak akan memengaruhi niat pemerintah untuk menggelar hajat rutin tahunan itu. UN yang dinilai masih efektif jika dibandingkan dengan pelaksanaan ujian yang diserahkan sepenuhnya kepada sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Selain rentan dengan “tipu-tipu”, ujian sekolah dinilai juga semakin menjauhkan kualitas lulusan dari standar kompetensi lulusan yang sesungguhnya. Bisa jadi, itulah yang menyebabkan Mendiknas perlu menetapkan UN melalui Surat Keputusan No. 77, 78, dan 82 Tahun 2008 beserta Prosedur Operasi Standar (POS) oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Fenomena ini menarik karena pelaksanaan UN ini memiliki pro dan kontra yang kental. Meskipun pihak pro mennggap UN mampu memberikan solusi yang lebih baik dengan memberikan standar naional untuk memotivasi minat belajar siswa. Namun penilaian pendidikan seperti ini tidak adil karena proses belajar siswa hanya ditentukan dalam 3 hari, dengan beberpa mata pelajaran dan hanya menyentuh ranah kognitif.

Penilaian ini dianggap tidak adil karena menggunakan tolak ukur dan standar yang sama padahal kemampuan dan fasilitas sekolah di Indonesia masih banyak kekurangan. Kita tidak bisa menyamaratakan standar penilaian untuk setiap sekolah, misalkan saja sekolah – sekolah di daerah yang fasilitas dan mutu pendidikannya masih jauh panggang daripada api. Kita harus juga memperhatikan ranah bakat dan minat siswa yang beragam. Maka rasanya bentuk penialaian seperti ini diras mesih kurang efektif.
Tapi memang karena kontrofersinya maka penerapan UASBN ini menimbulkan banyak pro dan kontra. Seperti halnya SDN Tanah Tinggi 1 yang termasuk golongan kanan yang menyetujui UASBN sebagai alat penilaian pendidikan demi pencapaian upaya peningkatan mutu pendidikan. Hal itu wajar karena mereka meanggap bahwa jika tidak dipaksakan dan didorong maka bangsa ini akan terus menjadi bangsa yang pemalas dan tidak mau berkembang.

Tapi disisi lain masih banyak muncul fenomena kecurangan dan kebocoran soal dimana – mana. Tidak jarang momok ketakutan UN mampu memakan korban jiwa. Sangat memprihatinkan bukan wajah pendidikan kita. Maka seanjutnya ini menjadi tugas besar bagi bangsa ini, tidak hanya pemerintah, kepala sekolah, dan guru tapi menjadi tugas kita semua untuk memperbaiki diri dan bercermin juga berpihak pada kepentingan orang banyak, sehingga akan tercipta pendidikan yang bermutu tinggi di tanah Indonesia tercinta ini.


4.2 Saran
Sepertinya bangsa ini arus bercermin pada Finlandia. Finlandia yang merupakan Negara yang meraih sebagai Negara dengan kualitas pendidikan no.1 di dunia hasil survey internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Finlandia memiliki strategi yang menarik dalam mencerdaskan bangsanya. Ia tidak berangkat dari formalitas – formailitas yang banyak menjadi dewa dalam pendidikan bangsa. Di Finlandia siswa tidak dibebani dengan jam belajar yang terlalu banyak, tidak memberi beban PR tambahan, tidak menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu

Kuncinya kualitas pendidikan Finlandia memang terletak pada kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Dengan kualitas guru yang professional siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Disini guru tidak mengajar dengan metode ceramah, Kata Tuomas Siltala, salah seorang siswa sekolah menengah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan.

Seperti halnya penerapan UASBN yang mengkomandoi pendidian bangsa ini. Sepatutnya kita bisa bercermin dan mengkaji ulang apakah system penilaian dengan UASBN telah sesuai dengan keadaan dan kondisi pendidikan bangsa ini atau tidak. Jawaban itu akan kita temui jika masing – masing kita menyadari esensi dari belajar tersebut. Paradigma orientasi hasil belajar rasanya perlu diganti dengan orientasi proses belajar, karena apapun yang kita alami prosesnya jauh lebih penting dibandingkan dengan hasil akhir yang bisa tidak mampu mewakili kemampuan seseorang. Dan semoga ini menjadi bahan pertimbangan bagi perbaikan pendidikan bangsa.















DAFTAR PUSTAKA

































Lampiran – Lampiran

Dokumentasi































List Pertanyaan Wawancara :
1. Menurut Bapak / Ibu mengapa diadakan UN ?
2. Menurut Bapak / Ibu pentingkah pelaksanaan UN? Mengapa !
3. Sejauh apa peranan pelaksanaan UN dalam evaluasi belajar siswa ?
4. Apakah sekolah telah siap dengan pelaksanaan UN ?
5. Lalu apa target yang ingin dicapai sekolah dalam pelaksanaan UN mendatang ?
6. Bagaimana persiapan sekolah dalam menghadapi UN dan kendala apa saja yang banyak ditemui ?
7. Lalu upaya apa saja yang dilakukan sekolah untuk menyikapi kendala – kendala menghadapi UN ?
8. Bagaimana kesiapan siswa dalam mengahdapi UN?
9. Apakah ada perubahan perilaku dari siswa ?
10. Bagaimana dengan hasil UN pada tahun lalu, dan apa saja yang telah dilakukan sekolah dala mengevaluasi hasil UN tahun lalu?
11. Apa harapan sekolah untuk UN tahun ini ?
12. Dan menurut Bapak / Ibu tepatkah pelaksanaan UN yang dilakukan pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan Bangsa ? Mengapa !



Rachmawati Nurerlinda

0 komentar: