Assalamu'alaikum Wr.Wb. Selamat Datang di Ruang Karya MAnusia Biasa..Terima Kasih Atas Kunjungan Anda..Semoga Bermanfaat!!!
CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Minggu, April 19, 2009

ANAK LUAR BIASA TUNA DAKSA PERLU PERHATIAN LEBIH

31 July 2006
Oleh :CAROLINA, SPd.

Semua anak, baik ‘normal’ maupun ‘tuna’ (berkelainan) memiliki kesempatan sama didalam hal pendidikan dan pengajaran. Namun harus diakui bahwa anak yang mengalami ketunaan memiliki berbagai hambatan dan kelainan dalam kondisi fisik dan psikhisnya sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perilaku dan kehidupannya.

Anak luar biasa diasumsikan berkaitan dengan kondisi jasmani maupun rohani yang berkelainan dibanding anak normal. Oleh karena itu anak digolongkan luar biasa apabila anak itu tidak masuk pada kategori sebagai anak normal baik fisik, mental maupun intelegensianya.

Untuk pendidikan luar biasa atau khusus seringkali disatukan atau terpadu, karena pada dasarnya sekolah luar biasa atau sekolah khusus bukan merupakan upaya untuk memisahkan pendidikan ‘anak-anak tuna’ dari anak-anak normal.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disusun berdasarkan visi terwujudnya pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara atau masyarakat Indonesia berubah dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif mengisi kemerdekaan dan menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Dalam pasal 15 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, secara jelas dinyatakan bahwa : ”Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan misalnya tuna netra, tuna rungu, tuna daksa atau peserta didik yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa. Penyelenggaraan pendidikan khusus dilaksanakan secara berkelompok (inklusif) atau berupa ‘satuan’ khusus pada tingkat dasar dan menengah.”

Penyelenggaraan pendidikan juga menganut upaya pemberdayaan semua komponen masyarakat dalam arti bahwa pendidikan diselenggarakan oleh Pemerintah, lembaga sosial maupun masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerjasama yang saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Oleh karena itu diberbagai daerah tumbuh dan berkembang sekolah-sekolah dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi yang dibidani berbagai elemen masyarakat, misalnya yayasan. Bahkan sekarang menjamur tumbuhnya sekolah-sekolah yang meng-adopsi pola belajar ala negara-negara barat (asing), pendidikan anak terlantar dan kaum miskin (pengemis) atau yang lebih beken dikenal dengan sebutan ‘gepeng’ (gelandangan dan pengemis) dan sebagainya.

Pendidikan khusus yang ada di Indonesia sebagian besar dimonopoli oleh Sekolah Anak Luar Biasa (SLB) bagian C. Sebenarnya SLB digolongkan menjadi 5 (lima) jenis pendidikan, yaitu: SLB bagian A diperuntukkan bagi siswa yang memiliki ketunaan pada penglihatan atau tuna netra; SLB bagian B diperuntukkan bagi siswa yang memiliki ketunaan pada pendengaran dan kadang-kadang bicara atau tuna rungu dan tuna wicara; SLB bagian C diperuntukkan bagi siswa yang memiliki ketunaan mental atau tuna grahita; SLB bagian D diperuntukkan bagi siswa yang memiliki ketunaan tubuh atau cacat tubuh atau tuna daksa; dan SLB bagian E diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kelainan tingkah laku atau hiperaktif. Terdapat pula golongan yang diidentifikasi sebagai ketunaan ganda atau anak yang memiliki kelainan ganda dan tuna laras yang biasanya masuk dalam kelompok SLB C dan atau D.

Permasalahan mendasar bagi anak-anak luar biasa, biasanya ditunjukkan dengan perilakunya ketika melakukan aktivitas bersama dengan anak-anak normal pada umumnya. Contoh, ketika bergaul mereka menghadapi sejumlah kesulitan baik dalam kegiatan fisik, psikologis maupun sosial.

Dari beberapa kajian yang telah dilakukan terhadap isolasi sosial anak menunjukkan anak sering menjadi kaku, mudah marah dan bila dihubungkan dengan perilakunya menunjukkan seakan bukan pemaaf dan tidak mempunyai rasa sensitif terhadap orang lain. Hal lain menunjukkan bahwa anak-anak seperti itu mempunyai kesulitan mendasar dalam hal sosialisasi dan bahkan komunikasi.

Sifat-sifat seperti itu merupakan rintangan utama dalam melakukan kepuasan hubungan interpersonal bagi anak-anak luar biasa. Ketersendirian sebagai akibat rasa rendah diri merupakan tantangan dalam melakukan sosialisasi dan penerimaan diri akan kelainan yang dimilikinya.

PENGERTIAN TUNA DAKSA

Anak-anak tuna daksa sebenarnya tidak selamanya memiliki keterbelakangan mental. Ada yang mempunyai kemampuan daya pikir lebih tinggi dibandingkan anak normal. Bahkan tidak jarang kelainan yang dialami seorang anak tuna daksa tidak mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan fisik serta kepribadiannya. Demikian pula ada diantara anak tuna daksa hanya mrngalami sedikit hambatan sehingga mereka dapat mengikuti pendidikan sebagaimana anak normal lainnya.

Secara umum perbedaan antara anak tuna daksa dengan anak normal terutama terdapat dalam tingkat kemampuannya. Namun hal ini juga sangat tergantung dari berat ringannya ketunaan yang mereka sandang.

Dengan adanya ketunaan dalam diri seseorang seringkali eksistensinya sebagai manusia ‘terganggu’. Sebagai akibat dari ketunaan dan pengalaman pribadi anak maka dibutuhkan keterampilam sesuai dengan kemampuan dirinya. Oleh karena itu orang-orang yang terlibat didalam pendidikan bagi ‘anak luar biasa’ harus mempunyai keterampilan dalam mengungkapkan dalam kebutuhan-kebutuhan personal psikologis yang dibutuhkan anak luar biasa. Layanan bimbingan dan konseling sangat diperlukan bagi anak luar biasa.

Tarmansyah mendefinisikan ”Tuna daksa adalah istilah lain dari tuna fisik; yang dimaksud disini adalah berbagai jenis gangguan fungsi fisik, yang berhubungan dengan kemampuan motorik dan beberapa gejala penyerta yang mengakibatkan seseorang mengalami hambatan dalam mengikuti pendidikan normal, serta dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Anak tuna daksa ini mudah diketahui karena ketunaannya tampak secara jelas”.

Sementara, Slamet Riadi Dkk, mendefinisikan ”Istilah lain dari tuna daksa adalah kelainan tubuh, cacat tubuh, cripple. Masing-masing ahli memilih istilah yang disukai dengan alasan sendiri-sendiri”.

Adapun beberapa macam kelompok tuna daksa, diidentifikasi oleh Djadja Rahardja sebagai berikut : a) Tuna daksa murni, golongan ini umumnya tidak mengalami gangguan mental atau kecerdasan, seperti poliomylitis serta cacat ortopedis lainnya, dan b) Tuna daksa kombinasi, golongan ini masih ada yang normal namun kebanyakan mengalami gangguan mental, seperti anak cerebral palsy.

Namun terdapat pula yang berpendapat bahwa tuna daksa dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu : a) Tuna daksa taraf ringan, yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah tuna daksa murni dan tuna daksa kombinasi ringan. Tuna daksa jenis ini pada umumnya hanya mengalami sedikit gangguan mental dan kecerdasannya cenderung normal. Kelompok ini lebih banyak disebabkan adanya kelainan anggota tubuh saja, seperti lumpuh , anggota tubuh berkurang (buntung) dan cacat fisik lainnya; b) Tuna daksa taraf sedang, yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah tuna akibat cacat bawaan, cerebral palsy ringan dan polio ringan. Kelompok ini banyak dialami dari tuna akibat cerebral palsy (tuna mental) yang disertai dengan menurunnya daya ingat walau tidak sampai jauh dibawah normal; c) Tuna daksa taraf berat, yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah tuna akibat cerebral palsy berat dan ketunaan akibat infeksi. Pada umumnya anak yang terkena kecacatan ini tingkat kecerdasannya tergolong dalam kelas debil, embesil dan idiot.

Slamet Riadi Dkk, membedakan tuna daksa menjadi 3 (tiga) jenis yaitu: polio, cerebral palsy dan cacat tubuh yang lain. Uraian lebih lanjut dari ketunaan tersebut adalah:

Polio, yang lebih lengkap disebut polio meningitis. Pada umumnya bila penderita sudah parah sulit untuk disembuhkan, penyebab penyakit ini adalah baksil atau virus. Kebanyakan yang terserang penyakit polio ini adalah anak yang berusia 2-6 tahun. Oleh karena itulah disebut sebagai penyakit lumpuh anak-anak.Beberapa jenis penyakit polio ini adalah hemiplegia, tubercoluse tulang dan muscle dystophie.

Cerebral palsy, menurut artinya dari cerebral atau cerebrum yang artinya otak. Palsy artinya kekakuan. Jadi cerebral palsy berarti kekakuan yang disesabkan kelainan didalam otak. Oleh karena itu cerebral palsy merupakan cacat sejak lahir yang sifatnya gangguan-gangguan atau kerusakan-kerusakan dari fungsi otot dan urat saraf.

Cacat tubuh lain, dengan sendirinya semua kelainan fisik yang tidak termasuk dalam kategori polio dan cerebral palsy termasuk didalam ketunaan/ cacat tubuh lain.




MASALAH PSIKOLOGIS ANAK TUNA DAKSA

Kebutuhan merupakan sesuatu yang dapat mendorong munculnya aktifitas seseorang atau individu untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan juga merupakan prasyarat yang harus dipenuhi apabila ingin menciptakan sesuatu yang ideal atau yang dikehendaki. Manusia yang ideal adalah manusia yang dapat mengembangkan potensi diri dan sosialnya sesuai dengan kemampuan yang tersedia didalam dirinya. Kebutuhan manusia bukan hanya mencakup kebutuhan dasar dan pemenuhan kebutuhan fisik tetapi juga fisiologis. Kebutuhan fisiologis bagi anak luar biasa tentu saja sangat memerlukan bantuan orang lain didalam memenuhi kebutuhan hidup dan bathinnya, bahkan bantuan orang lain itu dapat saja berlangsung sepanjang hidupnya sebagai akibat dari beratnya keluarbiasaan yang disandang oleh anak tuna.

Ditinjau dari aspek psikologis anak tuna daksa cenderung merasa apatis, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois terhadap lingkungannya. Keadaan seperti ini mempengaruhi kemampuan dalam hal sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya atau dalam pergaulan sehari-harinya. Keluarbiasaan jenis apapun yang disandang anak tuna merupakan pengalaman personal. Ini berarti siapapun yang berada diluar dirinya tidak akan merasakan tanpa ia mengerti, memahami dan mengalaminya. Anak atau siswa tuna daksa yang satu dengan yang lain belum tentu sama apa yang dipikirkannya. Jadi meskipun sama-sama mengalami ketunaan, belum tentu apa yang dirasakan seseorang sama dengan yang dirasakan anak tuna-tuna lainnya.

Dengan adanya keluarbiasaan dalam diri seseorang sering eksistensinya sebagai makhluk sosial dapat saja terganggu. Sebagai akibat dari ketunaan dan pengalaman pribadi anak itu maka efek psikologis yang ditimbulkannya juga tergantung dari seberapa berat ketunaan yang disandangnya itu, kapan saat terjadinya kecacatan, seberapa besar kualitas kecacatan dan karakteristik susunan kejiwaan anak atau siswa tersebut sangat mempengaruhi kondisi psikologisnya.

Menurut Tarmansyah jenis masalah psikologis, seperti: 1). Masalah psikologis taraf ringan anak tuna daksa pada umumnya terjadi oleh gangguan lateralisasi. Beberapa anak tuna daksa hanya kesulitan untuk menggunakan anggota tubuh saja, ini sebagai akibat oleh kerusakan yang terdapat pada hemisper dominannya. Dalam hal ini anak yang mengalami gangguan anggota tubuh secara psikologi berlangsung normal sebagaimana permasalahan anak normal; 2). Masalah psikologis taraf sedang anak tuna daksa disebabkan sebagai akibat kerusakan pusat syaraf, sehingga anak seringkali mengalami kesulitan untuk mengolah rangsangan visual, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam konsep bentuk, keseimbangan posisi, ruang warna, perasa, bunyi dan peraba. Gangguan motorik berakibat pula terhadap kondisi jiwa, termasuk didalamnya adalah emosi, misalnya rasa rendah diri, mudah tersinggung dan keras kepala, tetapi intelegensinya tidak jauh berbeda dengan anak normal, 3). Masalah psikologis taraf berat anak tuna daksa pada umumnya sebagai akibat retardasi mental. Retardasi mental anak tuna daksa mencakup sebagian besar fungsi mental dan intelektual. Problema ini sebagai akibat dari kondisi ketidak mampuan anak yang disebabkan oleh imaturation, keterbatasan kemampuan untuk belajar dan berlatih, kesukaran untuk bergaul maupun bermain, kurang cepat dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kemampuan dinilai lebih rendah bila dibandingkan dengan anak normal diusianya.

Dengan demikian maka sikap anak atau siswa luar biasa, khususnya tuna daksa, akan tampak perbedaan sikap dari masing-masing anak ketika ia merespon sesuatu. Ada yang bersifat kekanak-kanakan atau infatil walaupun secara umur sudah bukan anak lagi. Jadi sikap anak luar biasa kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi fisik dan umurnya. Bahkan ada juga yang bersikap apatis atau acuh tak acuh terhadap kehadiran orang lain, sikap pasif dan atau sikap menentang perintah (negativistik). Dalam sikap itu tersimpul didalamnya suatu kecenderungan corak perasaan dan kemauan. Corak perasaan dan kemauan seseorang tampak pada tingkah laku seseorang, namun tingkah laku biasanya didahului dengan usaha persiapan, yaitu proses berpikir.

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Pengertian yang cukup mengenai fase-fase perkembangan manusia pada umumnya merupakan syarat utama apabila ingin membantu atau melayani seseorang anak atau siswa mengembangkan dirinya hingga memperoleh perkembangan yang harmonis dan optimal. Tiap fase perkembangan mempunyai sifat khas yang berlain-lainnan antar individu atau anak, oleh karena itu apabila memiliki pengertian dan pemahaman yang cukup tentang sifat khas dari fase-fase pekembangan tertentu maka akan dapat mengambil sikap yang tepat guna ikut mendorong individu berkembang dengan sebaik-baiknya.

Bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada seseorang dan atau sekelompok orang yang bertujuan agar masing-masing individu mampu mengembangkan dirinya secara optimal, sehingga dapat mandiri dan atau mengambil keputusan secara bertanggungjawab. Jadi yang ingin dicapai dengan bimbingan ialah tingkat perkembangan yang optimal bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya. Hal tersebut merupakan tujuan utama pelayanan bimbingan di sekolah, dan tujuan tersebut terutama tertuju bagi murid-murid sebagai individu yang diberi bantuan. Akan tetapi sebenarnya tujuan bimbingan di sekolah tidak terbatas bagi murid saja, melainkan juga bagi sekolah secara keseluruhan dan bagi masyarakat.

Dengan demikian hakekat tujuan bimbingan dan konseling yaitu suatu upaya bantuan kepada individu agar dapat menerima dan menemukakan dirinya sendiri secara efektif dan produktif, sehingga dapat mengerahkan kemampuan dirinya dengan tepat, mengambil keputusan dengan benar dan dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Oleh karena itu sudah saatnya dalam rangka menyongsong berlakunya Undang Undang Nomor : 14 Tahun 2006, tentang Guru dan Dosen maka Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah kongkrit dengan mengangkat atau menetapkan profesi dan sertifikasi guru layanan bimbingan dan konseling pada sekolah-sekolah luar biasa, sehingga perhatian terhadap anak luar biasa menjadi tidak terabaikan dan sekaligus menepis issue diskriminasi terhadap anak didik.

Sebagai catatan, tampaknya telah banyak sarjana pendidikan jurusan bimbingan dan konseling atau bimbingan dan penyuluhan yang tidak bekerja sesuai dengan profesinya atau bahkan belum memiliki kesempatan mengembangkan ilmunya di dunia pendidikan , karena sebab-sebab tertentu atau bahkan banyak guru-guru (PNS) yang telah melanjutkan jenjang pendidikannya ke jurusan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagai gambaran, ketika tanggal 20 Mei 2006, Universitas Indraprasta PGRI ( yang dahulu STKIP PGRI) mewisuda sarjananya, terdapat 119 wisudawan/wati dari Fakultas Pendidikan, Jurusan Bimbingan & Konseling, dan dari sekian banyak wisudawan/wati terdapat para guru (PNS) yang meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya dibidang tersebut. (Penulis adalah Guru SLB-D YPAC Jakarta sejak tahun 1981, ibu tiga putri Alifah (S1), Ennisa (Mahasiswa), Enovera (SMA) buah hati dengan suami tercinta Drs.Supriyanto Budisusilo/ Wisudawati UNINDRA PGRI 2006/H.Nur)

http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=3840

0 komentar: