Assalamu'alaikum Wr.Wb. Selamat Datang di Ruang Karya MAnusia Biasa..Terima Kasih Atas Kunjungan Anda..Semoga Bermanfaat!!!
CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Minggu, Juli 12, 2009

Trans-Jogya (Transportasi Umum yang Belum Merakyat)


Yogyakarta, yang saat ini sarat dengan kepadatan kendaraan umum dan juga kendaraan pribadi di jalan raya membuat kota ini sangat rawan kemacetan. Beberapa waktu ini pemerintah kota Yogyakarta mengeluarkan kebijakan pengoperasiaan Trans-Jogya sebagai transportasi alternatif masyarakat Jogya dalam mengatasi masalah kemacetan.
Bus Trans-Jogja mulai diujicobakan pada 11 Februari 2008 dengan mengoperasikan 54 armada bus dan 76 halte berorientasi pada sistem Buy the Services ini memang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan jenis transportasi umum lainnya. Memiliki halte khusus dan rute yang hampir berada di titik jalan-jalan yang banyak di kunjungi merupakan senjata pemerintah untuk meminimalisir masalah transportasi di jalan. Namun dalam pengoperasian Trans-Jogya masih belum bisa dibilang efektif. Dari berbagai laporan dan penelitian membuktikan bahwa armada ini tidak cukup memfasilitasi masyarakat sebagai transportasi umum yang merakyat. Masalah penting yang menjadi perhatian dari pelaksanaan Trans-Jogya ini adalah fasilitas dan pelayanan yang masih minim dan belum memenuhi kebutuhan masyarakat Yogyakarta. Bus Trans-Jogja dituding jauh dari perinsip-perinsip memenuhi kebutuhan masyarakat.
Trans-Jogja dianggap belum memenuhi perinsip-perinsip hak asasi manusia dalam perencanaan tata kota, dimana setiap warga negara berhak menikmati pelayanan publik. Selain itu, Bus Trans-Jogja juga belum sesuai dengan asas-asas aksesibilitas yang tertuang dalam Keputusan Menteri PU No.468/KPTS/1998 tentang persyaratan teknis aksesibilitas pada bangunan dan lingkungan yang mencakup: Kemudahan, Kegunaan, Keselamatan dan Kemandirian.


Ini menjadi PR besar bagi Pemerintah Kota Jogya untuk selalu memperbaiki dan menyempurnakan kebijakan yang mereka sebut sebagai altrnatif jangka panjang ini. Tidak hanya itu pemerintahan Jogya juga perlu mengkaji kebijakan publicnya yang sarat dengan sebodoisme hak sosial masyarakat yang sifatnya umum. Kebijakan alternatif angkutan umum jangka panjang ini, seharusnya memperhatikan keberagaman jenis pengguna jasa sehingga bisa benar-benar mampu menjadi alat transportasi umum yang memperhatikan hak dan keselamatan pengguna jasa sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang yang berlaku.

Trans Jogya – Trans Jakarta
Pemilihan kebijakan Trans-Jogya sebagai alternatif mengatasi berbagai masalah transportasi di kota Jogya banyak mengadopsi sistem pengoperasiaan Busway (Trans-Jakarta). Sistem Busway mini ini dianggap bisa mengurangi masalah transportasi di Jogya. Hal itu bisa dilihat dari sistem pengoperasian Trans-Jogya yang memiliki tempat pemberhentian khusus (halte) sehingga bus mini ini tidak bisa berhenti di sembarang tempat yang bisa mengganggu ketertiban jalan. Selain itu, sistem bus mini ini dirasakan masyarakat cukup membantu masyarakat menuju tempat tujuan mereka karena bus Trans-Jogya memiliki beberapa rute perjalanan yang mudah diakses. Selain tarif yang terjangkau, bagi para pelancong atau tourist yang menggunjungi Jogya, Trans-Jogja ini memudahkan mereka untuk menemukan tempat yang mereka tuju, karena halte-halte bus Trans-Jogya dibuat pada titik-titik jalan yang paling sering di kunjungi.
Tak berbeda jauh dengan Trans-Jogya, Trans-Jakarta yang lebih awal beroperasi ini dianggap bisa memfasilitasi kebutuhan transportasi masyarakat yang ingin berpergian di kota Jakarta dengan tarif yang terjangkau. Banyaknya rute dan shelter busway yang belakang dibangun, memudahkan masyarakat Jakarta mengakses tempat-tempat yang ingin mereka kunjungi. Selain itu, fasilitas shelter dan bus yang cukup memadai membuat bus Trans-Jakarta masih menjadi pilihan.
Namun secara umum kedua transportasi publik ini memiliki perbedaan dan kekurangan masing-masing. Trans-Jogya yang merupakan busway mini masih belum memiliki jalur khusus sehingga pengoperasiaannya masih belum bisa menjawab tantangan kemacetan. Trans Jogya ini, dianggap tidak sesuai dan belum mampu memfasilitasi transportasi masyarakat karena berbagai kekurangan dan keluhan pelayanannya. Mulai dari keluhan fasilitas halte yang sangat sempit, pengguna bus Trans-Jogya yang harus berdesak-desakkan untuk menunggu bus dan mengganti bus tujuan karena tidak tersedianya tempat menunggu bus di halte Trans-Jogya. Selain itu, minimnya pelayanan petugas terhadap masyarakat pengguna dan kurangnya perhatian fasilitasi bagi masyarakat difabel, yang memiliki kebutuhan khusus dalam penggunaan transportasi umum.
Tidak jauh berbeda dengan Trans Jogya, Trans Jakarta yang menjadi salah satu pilihan alternatif transportasi juga banyak menuai kritik dan saran dalam pengoperasiaannya. Namun dalam pengoperasiannya, Trans-Jakarta mampu membuktikan diri sebagai altrnatif transportasi umum yang merakyat. Meskipun banyak terdengar keluhan dan kritik mengenainya tapi sampai saat ini Trans-Jakarta masih menjadi pilihan transportasi yang ramai digunakan. Sayangnya seruan bahwa Busway ( Trans-Jakarta) sebagai transportasi umum yang bebas macet masih belum bisa maksimal terlaksana. Hal itu disebabkan pengguna jalan di Jakarta yang padat ini tidak taat lalu lintas sehingga muncul berbagai masalah baru dijalan seperti, jalur busway yang dipakai oleh kendaraan umum dan pribadi, volume kendaraan pribadi yang terus meningkat, dan pelanggaran-pelanggaran rambu-rambu lalu lintas yang banyak mengakibatkan kecelakaan jalan yang melibatkan armada Trans Jakarta.
Trans-Jogya Harus Lakukan Perbaikan Sosial
Kehadiran Trans-Jogya memang masih menjadi kontroversi. Perbaikan dan langkah-langkah pemenuhan fasilitas umum ini masih menjadi agenda besar Dinas Perhubungan Prov. DIY dan Kota Yogyakarta. Dalam hemat penulis, Trans Jogya harus memulai langkah perbaikan dengan analisis kebutuhan transportasi masyarakat dan karakter kota Jogya. Pertama, pihak pengelola harus melakukan perbaikan fasilitas transportasi public ini dengan mempertimbangkan kebutuhan pegguna jasa, khususnya bagi orang-orang cacat, ibu hamil dan penumpang dengan kebutuhan khusus lainnya. Kedua, dinas Perhubungan juga harus memperhitungkan karakter jalan-jalan di kota Yogyakarta yang sempit dan memiliki ketergantungan dengan wilayah lain, seperti Bantul, Sleman, Kulon Progo dan daerah lainnya. Keterkaitan wilayah tersebut diharapkan bisa diberikan pelayanan transportasi yang nyaman. Ketiga, pengaturan jalan dan rute pemberhentian Trans-Jogya juga diharapkan diintegrasikan dengan transportasi lainnya yang sebelumnya sudah ada, agar tidak terjadi konflik sosial. Pengaturan trayek Trans Jogya dan angkutan umum lainnya harus jelas sehingga tidak ada perebutan penumpang. Kempat, Pemerintah daerah juga perlu memperhatikan nasib angkutan becak, andong dan ojek yang banyak ada di kota ini. Perlu adanya analisis dengan keadaan jalan-jalan yang sempit apakan perlu dibuat jalan-jalan khusus untuk angkutan seperti becak dan andong tersebut yang dipisahkan dengan kendaraan roda dua dan empat untuk mengurangi masalah kemacetan di jalan.
Diharapkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan Yogyakarta bisa memberikan solusi untuk mengatasi kemacetan di kota kecil ini. Mungkin selain memperbaiki sistem pengoperasian Trans Jogya dan pengaturan rute angkutan, pemerintah bisa menggunakan kebijakan pembatasan kepemilikan kendaraan pribadi khsusnya kendaraan bermotor dalam upaya menanggulangi kemacetan dan polusi yang berlebihan.
_rCH_